Riyanta: Negara Harus Hadir dalam Konflik Pertanahan

21-03-2024 / KOMISI II
Anggota Komisi II DPR RI Riyanta dalam foto bersama usai mengikuti saat Rapat dengan BPN di ruang Rapat hotel Aston, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Rabu (20/3/2024). Foto: Kresno/nr

PARLEMENTARIA, Banjarmasin - Anggota Komisi II DPR RI Riyanta menyoroti maraknya kejahatan pertanahan terjadi di Indonesia. Untuk itu ia mengimbau agar negara harus membuat pengakuan dosa, kuat, berwibawa serta hadir melindungi masyarakat dari bahaya kejahatan tersebut.


"Jadi dalam hal ini kalau diperlukan, harus ada suatu pernyataan pengakuan dosa dari negara, karena ini semua problemnya itu ada di negara, jadi harapan saya negara ini harus kuat negara ini harus berwibawa dan kemudian negara ini harus hadir," ujar Riyanta pada saat Rapat dengan BPN di ruang Rapat hotel Aston, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Rabu (20/3/2024).


Banyaknya problematika terkait sengketa tanah, kejahatan pertanahan, serta sertifikat ganda yang tumpang tindih, menurut Riyanta belum ada kepastian hukum mengenainya. Hal ini dikarenakan masyarakat sudah berkeluh kesah mengenai persoalan Pertanahan yang tidak ada penyelesaiannya dalam jangka waktu yang lama.


"BPN sendiri sangat sangat kacau balau, kita tahu bersama bahwa akhir-akhir ini mulai terungkap seperti kemarin yang disampaikan menteri, kasus mafia tanah di Banyuwangi, Sumenep, Malang, Bogor kemudian Lampung, itu semua melibatkan oknum ASN di Badan Pertanahan Nasional semuanya," kata Riyanta.


Kejahatan yang dilakukan oleh oknum negara ini menurut Riyanta, berkaitan dengan hak-hak masyarakat yang sudah mengeluarkan jerih payahnya untuk mendapatkan tanah tersebut tiba-tiba hilang begitu saja menjadi milik pihak lain.


"Warkah itu merupakan dokumen publik atau bisa saja direkonstruksikan kembali bahwa warkah itu dijadikan dokumen publik terbatas, karena selama ini kita memahami betul seseorang yang sudah mempunyai sertifikat tanah, warkah itu menjadi miliknya," terang Riyanta.


Menurut Riyanta, untuk ASN yang terlibat dan sudah melalui proses hukum dan divonis, kemudian perkara itu sudah inkrah, maka otomatis ASN tersebut diberhentikan dengan tidak hormat. (eno/aha)

BERITA TERKAIT
Bahtra Banong Ingatkan Hakim MK Jaga Netralitas dalam Sengketa Pilkada Serentak
09-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta – Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Bahtra Banong, mengingatkan seluruh hakim Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menjaga netralitas...
Komisi II Siap Berkolaborasi dengan Kemendagri Susun Draf dan NA RUU Pemilu
06-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda menegaskan pihaknya siap berkolaborasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam...
Perlu Norma Baru untuk Antisipasi Terlalu Banyak Pasangan Capres-Cawapres
04-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, menyebut DPR dan pemerintah akan mengakomodasi indikator pembentukan norma baru...
Putusan MK Hapus Ambang Batas Pencalonan Presiden Jadi Bahan Revisi UU Pemilu
03-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold yang diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang...